SELAMAT DATANG

BERSAMA KITA MELINDUNGI, MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN



Senin, 25 Oktober 2010

PANORAMA LAPANDOSO



Suara mesin tempel (Katinting) mewarnai perjalanan kami menuju Monumen Lapandoso. Sebuah Monumen yang menandakan awal masuknya agama Islam masuk di Jazirah Sulawesi. Tepatnya di Dusun Muladimeng Desa Pabbaresseng Kecamatan Bua Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan. Sebuah ikon budaya dan Sejarah di Tanah Luwu.  

Kondisi Air laut yang Pasang  menjadikan perjalanan kami menuju Lapandoso terasa indah, dipagi hari jam 9.00 awal Oktober 2010. Monumen yang berjarak 600 meter dari tanggul tempat nelayan dan petani rumput laut menambatkan perahunya. Dari sinipun kelihatan suasana indah kelihatan anak-anak memancing ikan di pinggiran Tanggul dan adapula yang mandi-mandi. 

Tepat di Muara Sungai Pabbaresseng, di pinggir pantai sebelah kanan terlihat sebuah Monumen berbentuk Masjid dengan Kubah warna biru, disekitarnya Nampak hijau dengan tumbuhan Bakau (Mangrove) yang tumbuh disekitarnya.   

Perahu perahu kecil atau masyarakat setempat menyebutnya Balak-balak yang kami tumpangi telah sampai di depan Monumen Lapandoso dan beristirahat di pondok yang telah tersedia. Alunan angin pantai yang berhembus dengan suhu 30 derajat Celsius itu membuat kesejukan.  

Monumen Lapandoso dengan luas monumen berukuran 2,5 x 2,5 meter tersebut merupakan bangunan yang dikelola oleh masyarakat secara swadaya walaupun tidak ekslusif tetapi pengunjungnya cukup banyak setiap tahunnya.
Dengan nilai religiusnya Lapandoso menjadi tempat rekreasi masyarakat Kabupaten Luwu yang dapat dijangkau dengan mudah walaupun kondisinya tidak ekslusif tanpa fasilitas seperti penginapan, motorboat, dll  tetapi tempat ini menjadi tujuan pariwisata, salah satu alasannya adalah Mengenang pendaratan Pertama Khatib Datok Sulaiman sang pembawa Agama Islam di Tanah Luwu. 

Di depan Monumen terhampar luas tambak atau empang yang berisi ikan Bandeng. Kami  langsung memesan dan membeli pada pemilik empang. Kamipun disuruh mengambil dengan memukat langsung di tambak.
Setelah menikmati makan siang dengan menu Ikan Bakar Bandeng, kami beristirahat sejenak dibawah pepohonan Mangrove dengan kesejekuan angin laut, Panorama pantai terasa semarak dengan kicau burung yang beterbangan bebas dan kerap hinggap di dahan-dahan dan ranting. Terpukau oleh panorama pantai Lapandoso.  

Kami mencoba menuju laut dengan menggunakan perahu balak-balak untuk menyaksikan keindahan karang laut  di beberapa titik dengan jarak tempuh cuma 10 menit, dengan catatan pengunjung membawa peralatan menyelam, snorkeling, dan Kamera anti Air untuk menyaksikan aneka ragam keindahan bawah laut, seperti ikan Malaja  (jenis lokal), Ikan Kerapu, dan berbagai jenis ikan karang.Kekayaan lautnya dimanfaatkan untuk wisata pemancingan.

Pada waktu-waktu tertentu saat perairan sedang hangat, seperti bulan September-Februari, beberapa jenis ikan yang dalam bahasa setempat menyebutnya dengan Ikan Ampelas, Kakap merah, dan Baba-baba kerap berkumpul dan menjadi obyek wisata yang menarik.
Tak jauh dari karang kami juga mengunjungi nelayan yang sedang menangkap ikan dengan menggunakan jaring yang disebut dengan Banrong. Alat tangkap ini menggunakan menara pengintai yang tingginya sampai 7 meter diatas permukaan air. 

Pengelolaan Wisata Pantai

Keunggulan Pantai dengan Monumen Lapandoso simbol masuknya Islam di Tanah Luwu terasa menggelitik hati tatkala mengingat Pantai Lapandoso dengan panjang garis pantai 5.000 meter dan kekayaan laut yang memadai, sejatinya memiliki kekayaan bahari yang potensial untuk dikembangkan.
Sayangnya, pengelolaan pariwisata disini sama dengan tempat-tempat lainnya kerap terganjal dengan infrastruktur, transportasi, pengawasan, ataupun promosi yang tidak memadai. Belum lagi, pemanfaatan tempat secara eksklusif kerap ditentang karena tak memberikan imbal balik bagi penduduk lokal, bertentangan dengan nilai history atau religi dan lainnya.

Moh Iksan Nur Mallo, S.Hut anggota peneliti ornitologi dari Universitas Tadulako Palu Jurusan Kehutanan yang berkunjung ke Lapandoso sambil mengamati burung mengakui, keindahan tempat ini tak kalah hebat dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hanya saja, potensi bahari itu belum dikelola secara serius. ”Tempat ini perlu dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pariwisata dan riset mangrove dan biotanya untuk menunjang pariwisata bahari dengan basisi religi dan kultur,” ujarnya. 

Monumen Lapandoso
Pikiran saya pun melayang ke Taka Bonerate di Selayar dengan terumbu karangnya, Tanjung Karang di Donggala Sulawesi Tengah, Jalan Lingkar Kota Palopo, dan obyek wisata menakjubkan lainnya di Indonesia. Andai saja potensi bahari itu digarap serius, barangkali akan mendunia, menyerap lapangan kerja, dan mendatangkan pendapatan bagi negara.

DINAS KOPERASI PROVINSI SULSEL, BANGKITKAN UMKM


UMKM yang ada di Sulawesi Selatan menurut sensus ekonomi yang dilakukan BPS terakhir pada tahun 2006 tercatat ada 750.322, dengan mayoritas diantaranya bergerak pada sektor perdagangan dan pertanian serta bergerak di bidang distribusi dan penyedia bahan baku, sementara sebagian kecil bergerak pada bidang jasa dan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi, hal tersebut disampaikan oleh Awaluddin saat memberikan materi pembekalan pendamping Koperasi dalam acara presentase program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif produk koperasi dan UMKM Sulawesi Selatan di ruang LPUMKM  Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Selatan pada hari Selasa 28/9/2010. 
Budidaya Rumput Laut  UMKM sebagai Mesin Uang Efektif di Desa Pabbaresseng

Menurutnya masih cukup banyak UMKM dan Koperasi di Sulawesi Selatan yang memiliki keunggulan kompetitif produk namun tidak teridentifikasi dan tidak terfasilitasi untuk dapat memperoleh akses yang lebih baik. “Bahkan saat diadakan pameran banyak peserta dari kabupaten/kota yang selalu menampilkan peserta danproduknya dari tahun ke tahun tetap itu saja, sepertinya tidak ada produk lain atau UKM lain yang unggul dankompetitif”.
Dalam pertemuan yang dibagi atas empat klaster tersebut beliau memaparkan rencana program kedepan di hadapan 52 pendamping lokal se Sulawesi Selatan, dengan sasaran 3 (tiga) UMKM, 3 (tiga) Koperasi yang bergerak di bidang jasa, 3 (tiga) Koperasi yang bergerak di bidang produksi, Dengan demikian maka program ini akan melingkupi 24 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan dengan sasaran, 72 (tujuh puluh dua) UMKM, 72 (tujuh puluh dua) Koperasi Jasa, 72 (tujuh puluh dua) Koperasi Produksi, Atau total sebanyak 216 kelompok/institusi sasaran program. “Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Produk UMKM dan Koperasi di Sulawesi Selatan ini diinisiasi sebagai langkah inventarisasi serta asistensi dan penguatan pada hal-hal yang berpotensi menghambat pengembangan produk unggulan. Titik perhatian dalam program ini adalah, manajemen dan strategi terhadap pengembangan produk, akses dan kemitraan untuk mensupport percepatan pengembangan potensi usaha”. Jelasnya.

Pendamping dari Kabupaten Luwu Irwan Hamka mengungkapkan bahwa kendala yang dialami oleh para pelaku Koperasi dan UKM di Kecamatan Bua umumnya sulit dalam mengurus perizinan dan pengemasan produk, “ kami selaku pendamping akan berusaha untuk mendampingi masyarakat karena pihak Dinas Koperasi dan UKM Sul-sel sudah memberikan jalan dan cara agar kendala yang dialami masyarakat dapat kita bantu seperti pengurusan perizinan, pengemasan produk dan lainnya  ”.

Minggu, 30 Mei 2010

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

A. Aspek Umum

1. Pengadaan dan Pemilihan Bibit

Pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut merupakan hal yang sangat penting. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a.Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat diambil dari tanaman yang tumbuh secara   alami ataupun dan tanaman bekas budidaya. Selain itu, bibit harus baru dan masih muda.

b.Bibit unggul mempunyai ciri bercabang banyak.

c.Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha budidaya dalam jumlah yang sesuai dengan luas area budidaya.

d.Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat, dimana bibit harus tetap dalam keadaan basah ataupun terendam air.

e.Sebelum ditanam, bibit dikumpulkan pada tempat tertentu, seperti di keranjang atau jaring yang bermata kecil.

f.Sewaktu disimpan harus diperhatikan dengan saksama, hindari dari terkena bahan bakar minyak, kehujanan, dan kekeringan.


2. Pemeliharaan dan Pemanenan
Selama dalam pemeliharaan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Pembersihan tanaman dan tumbuhan penempel atau benda-benda lainnya.
b. Penggantian tanaman yang rusak atau hilang dengan yang baru.
c. Perbaikan bangunan budidaya, seperti halnya tali mono-filament atau jaring yang putus, tiang-tiang pancang yang tercabut dan bambu atau kayu yang patah.
d.Panen umumnya dilakukan bila tanaman telah mencapai berat 400-600 gram atau 1-1,5 bulan sekali setelah panen pertama atau setelah panen berikutnya.
e.Panen dapat dilakukan secara total, yaitu dengan mengangkat seluruh tanaman atau secara berkala dengan pemetikan sebagian dari tanaman yang sudah besar serta menyisihkan sebagian untuk tumbuh dan berkembang lagi.

3. Hama dan Penyakit
Penyebab kegagalan budidaya rumput laut adalah masalah hama dan penyakit sehingga menimbulkan kerusakan dan kematian tanaman. Selain itu, masalah keamanan juga harus diperhatikan. Penyakit yang sering timbul pada rumput laut, khususnya dari jenis Eucheuma sp yang dikenal dengan nama 'ice-ice' yang menyebabkan tanaman tampak memutih. Ini disebabkan terjadi perubahan lingkungan yang ekstrem (arus, suhu, dan kecerahan) sehingga memudahkan bakteri hidup. Oleh karena itu, diperlukan monitor lingkungan yang cermat. Organisme pengganggu lainnya, seperti bulu babi (Diademasetosum sp.), bulu babi duri pendek (Tripneustes sp.), ikan-ikan herbivor antara lain beronang (Siganus sp.), ikan kerapu (Epineppellus sp.), bintang laut (Protoreaster nodusus), dan penyu hijau (Chelonia mydas). Cara menghindari organisme tersebut, yaitu dengan pemagaran di sekeliling tanaman dengan jaring.

4. Penanganan Lepas Panen

a.Jemur hasil panen di bawah sinar matahari selama 2-3 hari, dengan beralaskan daun kelapa atau anyaman bambu untuk menghindari kotoran-kotoran.

b. Rumput laut dikatakan sudah kering apabila telah kelihatan mersik/kaku, dan butiran-butiran garam sudah menempel dipermukaan numput laut tersebut.

c. Setelah kering dicuci air laut dengan menggunakan keranjang bambu, dengan cara mencelupkan ke dalam laut sambil digoyang-goyangkan.

d. Lakukan penjemuran ulang sehingga betul-betul kering kemudian masukkan ke dalam kantong atau karung dan padatkan, setetah itu ikat bagian atasnya.

e. Usahakan selama penjemuran rumput laut tidak boleh terkena air hujan karena mengakibatkan kerusakan.


B. Aspek Teknis

Dalam aspek teknis budidaya rumput laut dikenal tiga macam metode berdasarkan posisi tanam terhadap dasar perairan, yaitu metode dasar, metode lepas dasar, dan metode apung.

1. Metode Dasar

a. Metode ini sesuai untuk tempat-tempat yang dasarnya berbatu
b. Bibit yang berupa stek diikatkan pada batu karang yang disusun berbaris pada dasar perairan.
c. Berat bibit pada awal tanam berkisar 20-30 gram.
d. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit.
e. Adapun kerugian dari metode ini adalah hasil yang diperoleh kurang baik, dan tanaman mudah terserang bulu babi.

2. Metode Lepas Dasar

Bahan-Bahan :
Bahan-bahan yang diperlukan untuk konstruksi wadah budidaya rumput laut dengan metode lepas dasar (ukuran 100 m x 5 m) adalah :
(a) patok kayu/bambu; panjang 1 m; diameter 5 cm, jumlah 275 buah;
(b) tali rentang; bahan PE diameter 3,5-4 mm, jumlah 10 kg;
(c) tali ris; bahan PE diameter 8 mm, jumlah 15 kg;
(d) tali rafia, jumlah 20 gulungan besar.

Cara Pembuatan Wadah di Darat

Pembuatan patok kayu ukuran panjang 1 m; diameter 5 cm dengan cara meruncingkan salah satu ujungnya untuk memudahkan pemancangan yang dikerjakan di darat.

Cara Pemasangan di Laut

a.Setelah patok-patok dibuat di darat, kemudian ditancapkan atau dipancangkan pada dasar perairan yang berpasir atau lumpur berpasir dengan jarak antar patok sekitar 2,5 m.

b.Tali ris dari bahan PE berdiameter 8 mm sebanyak kurang lebih 15 kg, dihubungkan berjajar dengan patok tersebut dan agar pengikatnya lebih kuat, sebaiknya digunakan simpul delapan, seperti Gambar 2.1.

c.Pemasangan tali rentang dari bahan PE yang berdiameter 3,5 mm-4 pada tali ris sepanjang 100 m sebanyak + 12 buah dengan jarak antara tali rentang + 20 cm. (Lihat Gambar 2.2).

d.Tali rentang yang telah dipasang siap untuk diikatkan bibit rumput laut dengan menggunakan tali rafia yang telah dipotong-potong.


3. Metode Apung

Bahan-Bahan

Metode rakit apung menggunakan rakit dari bambu yang cocok untuk dasar berkarang dan pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Budidaya yang efektif dan efisien menggunakan 1 unit usaha terdiri dari 20 rakit yang masing-masing berukuran 5m x 2,5 m. Bahan-bahan yang diperlukan untuk rakit ukuran 5 m x 2,5 m sebagai berikut :
(a) bambu sebanyak 80 batang;
(b) tali rakit PE diameter 8 mm sebanyak 10 kg;
(c) tali rentang PE berdiameter 3,5-4 mm sebanyak 10 kg;
(d) pelampung (jerigen plastik): 4 buah;
(e) jangkar dan semen/besi;
(f) tali rafia;
(g) tali penahan (rope line).

Cara Pembuatan Wadah di Darat
a.Pembuatan kerangka rakit yang berukuran 5 m x 2,5 m dari bahan bambu/kayu sekuat mungkin dilakukan di darat dan untuk mengikat rakit digunakan dari bahan polyethelen berdiameter 8 mm (Gambar 2.3).

b.Kemudian dibuatkan tali rentang dari bahan PE diameter 3,5 mm-4 mm dengan cara diikatkan pada rakit dengan simpul mati di mana antara tali rentang berjarak 20 cm. (Lihat Gambar 2.4).

c.Setelah pemasangan tali rentang, kemudian dipasang pelampung yang sederhana dan murah yang biasanya terbuat dari plastik (jerigen) sebanyak

4 buah yang diikatkan pada masing-masing sudut rakit (Gambar 2.5).

Cara Pemasangan di Laut

Kerangka rakit yang telah berada di lokasi budidaya (laut) kemudian diberi pemberat berupa batu yang berfungsi sebagai penahan di dasar. Pemberat dan rakit dihubungkan dengan tali panahan (rope line) dari tambang plastik dengan diameter 9 mm (Gambar 2.6)


Bibit rumput laut diikatkan pada rakit yang telah terpasang dengan menggunakan tali rafia yang telah dipotong-potong secukupnya.





Sabtu, 22 Mei 2010

BIOGAS

Pelatihan Pembuatan
Biodigester Permanen Limbah Ternak Sapi
Untuk kebutuhan Bahan Bakar
di desa Karang-karangan, Kecamatan Bua Sulawesi Selatan
2010


Latar Belakang

Biogas adalah merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dapat menjawab kebutuhan energi serta menghasilkan pupuk organik dalam bentuk padat dan cair. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas dengan cara fermentasi anaerob dan melibatkan bakteri methanogen dapat mendukung penerapan konsep zero waste. Sehingga praktik pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dengan ekspansi bidang industri menyebabkan peningkatan permintaan energi dan penurunan kualitas lingkungan. Mesipun Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak dan gas, namun berkurangnya cadangan cadangan minyak, pencabutan subsidi menyebabkan harga minyak naik dan turunnya kualitas lingkungan akibat penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan. Olah karena itu, pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan menjadi pilihan. Salah satu dari energi terbarukan adalah biogas, biogas memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya. Kapasitas /terpasang pemanfaatan biogas adalah kurang dari satu persen dari potensi biogas biogas yang ada (685 MW).

Biogas yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai sumber energi pada kompor gas, lampu penerangan dan generator listrik skala rumah tangga. Analisa dampak lingkungan dari lumpur keluaran dari reaktor biogas menunjukkan penurunan COD dan BOD berturut-turut sebesar 90% dan 40% dari kondisi bahan awal. Analisa unsur utama N, P dan K menunjukkan tidak ada perbedaan nyata bila dibandingkan dengan pupuk kompos referensi. Analisa kelayakan ekonomi menunjukkan investasi layak dengan B/C Rasio 1,35 dan modal investasi kembali pada tahun ke-4 (umur ekonomi reaktor biogas 20 tahun). Hasil pendapatan ini belum termasuk hasil samping berupa pupuk cair/padat. Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis tersebut, teknologi biogas ini layak dikembangkan.Penggunaan sistem digester biogas memiliki keuntungan, antara lain yaitu mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit, panas, daya (mekanis/listrik) dan hasil samping berupa pupuk padat dan cair. Pemanfaatan limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk anorganik. Disamping itu, cara-cara ini merupakan praktek pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.Teknologi biogas bukanlah merupakan teknologi baru di Indonesia, sekitar tahun 1980-an sudah mulai diperkenalkan. Namun sampai saat ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan. Oleh karena itu, diperlukan cara-cara pendekatan baru dalam pengembangannya, seperti pengenalan proses produksi yang sederhana, pemanfaatan hasil yang bervariasi agar secara ekonomi menguntungkan.Pemanfaatkan penggunaan secara luas seperti untuk kompor gas,lampu penerangan dan motor penggerak (daya mekanis/listrik) sudah diuji dengan hasil yang baik. Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis tersebut, teknologi biogas ini layak dikembangkan.


Nama Kegiatan
 Pelatihan
 Biodigester: Bio-Digester Bio-Digester atau bangunan biogas yaitu suatu bangunan kedap gas berbentuk kubah atau setengah bola berfungsi untuk menangkap gas bio tempat limbah organik difermentasikan, yang terdiri dari:
o Bio-digester terdiri dari Digester dan Bak Pelimpahan.
o Bio-Digester ini dapat diisi terus menerus dan dipakai setiap hari.
o Bio-Digester ini mencakup semua unsur yang dibutuhkan untuk memproduksi dan menggunakan hasil pengolahan anaerobic (kedap udara).

Pelaksana Kegiatan


Jasa Konsultan
Sekolah Rakyat Petani (SRP) Payopayo yang berkedudukan di Maros Bantimurung, sebagai lembaga yang focus pada pertanian dan teknologi tepat guna untuk pedesaan. Organisasi ini dalam mengembangkan sistem pertanian terpadu dan teknologi tepat guna dan berwawasan lingkungan seringkali bermitra dengan C_BETech untuk penerapan nteknologi energi alternatif, dan LPTP (Lembaga Pengembangan Teknologi Pertanian yang berkedudukan di Solo, untuk penerapan pertanian terpadu dan berkelanjutan.


Tujuan Kegiatan
 Memberikan ketrampilan dan keahlian para Tukang untuk membuat Bio-Digester sehingga sesuai dengan fungsi dan standard yang ditentukan dengan baik.
 Menambah jumlah SDM (tukang) dalam rangka mengantisipasi meningkatnya kebutuhan akan Bio-Digester
 Memperluas kesempatan mendapatkan pekerjaan

Manfaat Instalasi Bio-Digester
 Tingkat pengurangan polusi dapat dilihat dari penurunan BOD & COD sekitar 90%. (selesai proses relatif tidak berbau), hubungan dengan tetangga harmonis.
 Slury/pupuk yang keluar dari proses ini relatif tidak berbau, siap untuk pemupukan tanaman secara langsung, dan menggemburkan dan menyuburkan tanah, menjaga erosi tanah, cadangan air tanah akan terjaga.
 Dengan memakai teknologi Biogas kebersihan kandang terjaga, kesehatan ternak terjamin.
 Lingkungan dapur akan menjadi bersih karena tidak ada asap, kesehatan manusia meningkat.
 Dengan tercukupinya Energi untuk memasak dan penerangan, maka saving pembakaran kayu dan minyak bumi, diharapkan hutan tidak ditebang untuk kayu bakar.Menjegah banjir dan terjamin sumber air bersih, serta ketersediaan oksigen

Metode Kegiatan
Metode yang digunakan adalah partisipatif masyarakat yaitu terlibatnya masyarakat dalam proses pembuatan bio-digester sehingga mereka memahami cara atau teknik pembuatan dan perawatan serta mengetahui fungsi dan tujuan pengolahan limbah.

Peserta
Jumlah peserta minimal 10 orang dan maksimal 14 orang. Kriteria Peserta dalam pelatihan ini:
 Punya pengelaman di bidang pertukangan batu
 Masyarakat Setempat
 Petani


Jadwal Pelatihan

Hari Kegiatan/Materi Pemateri
1 Perkenalan Panitia/Fasilitator
Teori: Pengenalan Prinsip-Prinsip Biogas Konsultan Biogas
2 dan 3 Praktek: Penggalian Lubang Peserta dan Kepala Tukang
Praktek: Pengukuran Konstruksi Bio-Digester Konsultan dan Kepala Tukang
4 Teori: Teknik Pemasangan Konstruksi Bio-Digester Konsultan
5 dan 6 Praktek: Konstruksi Lantai Bagian Bawah Peserta dan Kepala Tukang
Praktek: Konsturksi Bagian Bawah Lengkungan Peserta dan Kepala Tukang
7 Praktek: Pemasangan Pipa In-let dan Out-let Konsultan
Teori: Pemasangan Instalasi Gas Konsultan
Teori: Modifikasi Kompor Gas Konsultan
8 Teori: Modifikasi Lampu Petromaks Konsultan
9 Praktek: Pemasangan Strong Ring Peserta dan Kepala Tukang
10 Praktek: Bangunan Dinding pada Bagian Atas Strong Ring Peserta dan Kepala Tukang
11 Praktek: Bak Pelimpahan Peserta dan Kepala Tukang
12 Praktek:Saluran Tambahan Peserta dan Kepala Tukang
13 Praktek: Bagian Leher dan Penutup Bio-Digester Peserta dan Kepala Tukang
14 Praktek: Instalasi Pipa Gas dan Kompor Peserta dan Kepala Tukang
15 Praktek: Memasukkan Limbah Kotoran Ternak Peserta dan Kepala Tukang
16 Praktek: Penyelesian Peserta dan Kepala Tukang


Anggaran
Anggaran Pelatihan Pembuatan Bio-Digester sebesar Rp. …………… (Lihat lampiran)

.
Penutup
Demikian proposal ini kami buat untuk memanfaatkan limbah ternak yang selama ini terbuang dan bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Terima kasih atas kerjasama dan perhatiannya, kami haturkan banyak terima kasih.

Mengenai Saya

Foto saya
Luwu, Sulawesi selatan, Indonesia
Lembaga Payung ini berawal dari diskusi kecil diantara beberapa orang yang memiliki disiplin ilmu dan background organisasi yang berbeda berlangsung sejak bulan Januari 2000. Dalam setiap diskusi yang dilakukan muncul ide – ide untuk mengakses kompleksitasnya permasalahan yang ada di masyarakat. Lembaga ini merupakan Lembaga Non-Pemerintah (ORNOP) yang diharapkan berfungsi strategis untuk menguak berbagai wacana yang berdaya advokatif, riset yang konstruktif, juga sebagai wadah dalam pemberdayaan potensi, aspirasi, serta wadah akomodatif terhadap permasalahan masyarakat untuk kemudian diidentifikasi ke arah yang positif. Lembaga ini bersifat independen dan melakukan kinerja secara swadaya maupun kemitraan dengan lembaga – lembaga strategis, antara lain : Lembaga Kemasyarakatan (adat), Pemerintah dan Lembaga-Lembaga Pemerintah, Perguruan Tinggi, Perusahaan Swasta dan organisasi Non-Pemerintah (ORNOP) baik dalam maupun luar negeri yang memiliki hubungan dan kesamaan jaringan kerja, orientasi visi-misi.